Topik ini sudah agak lama, tetapi semoga belum kedaluwarsa. Karena segala sesuatu, kalau sudah basi, tidak baik bagi kesehatan.

Dalam artikel ini, saya tidak membedakan slogan dan tagline. Konon, slogan dan tagline adalah sesuatu yang berbeda. Tapi, apalah daya saya yang bukan cah marketing. Intinya, bukan persoalan apakah itu betulan slogan atau tagline, melainkan mengapa Wonosobo mengusung frasa-frasa tersebut.

Wonosobo, beberapa tahun lalu, mengusung slogan baru: Soul of Java. “Soul of Java” ini menggantikan ASRI yang sudah cukup lama digunakan. Beberapa orang agaknya merasa kehilangan karena ASRI sudah telanjur nyantel di hatinya. Selain kedua slogan tadi, Wonosobo juga punya slogan “Ramah HAM”, tentu berkaitan dengan HAM.

Kita mulai dengan ASRI. Seperti yang kita ketahui bersama, ASRI merupakan akronim dari “Aman, Sehat, Rapi, Indah”. Entah sejak kapan, tepatnya, slogan ini mulai digunakan, tetapi slogan ini terkait erat dengan zaman Pak Harto. Slogan ini ada karena Kementerian Lingkungan Hidup, waktu itu, mengadakan Program Adipura. Tahu, kan? Ini adalah penghargaan bagi kota dan kabupaten yang dianggap berhasil menjalankan program kebersihan dan pengelolaan lingkungan. Kabupaten Wonosobo sempat mendapatkan piala ini beberapa kali.  Monumennya bias dilihat di Taman Plaza.

ASRI adalah slogan yang cukup khas. Akronim dan seragam, seperti slogan-slogan kota dan kabupaten lain. Bandingkan dengan slogan-slogan berikut: Solo Berseri, misalnya, adalah akronim dari “Bersih, Sehat, Indah, Rapi”; atau Tegal, dengan Bahari “Bersih, Aman, Hijau, Asri, Rapi, Indah”; Banyumas Satria, “Sejahtera, Tertib, Indah, Aman”; Klaten Bersinar -tadinya saya pikir, Klaten bercahaya- ternyata akronim dari “Bersih, Indah, Aman, Rapi”. Bagaimana seragam, kan? Tentu saja variasi diperkenankan asal tidak terlalu nyeleweng-nyeleweng.

Agak nyeleweng sedikit, konten seragam ini, selain diterapkan sebagai slogan, erat juga kaitannya dengan kondisi waktu itu: Bersih, Rapi, Aman, Indah. Dalam hal kebersihan, tentu saja diharapkan agar setiap warga bersih lingkungan. Soal kerapian, gondrong sedikit mesti dirapikan. Pokoknya yang kelihatan membahayakan mesti diamankan. Indah bukan?

Slogan selanjutnya -pendek saja, karena keterbatasan materi. Tahun lalu, Wonosobo menyelenggarakan Festival HAM. Kalau tidak salah, didukung oleh Komnas HAM. Harapannya, Wonosobo menjadi kota yang lebih ramah pada hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini, Wonosobo mengusung slogan “Ramah HAM”. Selain bikin slogan, Wonosobo juga bikin Komisi HAM Daerah juga loh!

Lalu “Soul of Java”, beberapa gelintir orang merasa slogan ini kurang sip. Salah satu alasannya adalah penggunaan bahasa Inggris. Ada juga sih yang protes soal esensinya, tapi silakan nanti digrundelkan di kolom komentar. Slogan ini adalah proyek follow up “Wonderful Indonesia”-nya Kemenpar. Lihat saja jenis font-nya, mirip, to?

Barangkali, sekarang, hampir semua kabupaten dan kota di Indonesia sudah punya slogan baru untuk mendukung sektor pariwisata. Maka, slogan dibuat agar kelihatan menjual. Kemudian, dipakailah bahasa Inggris. Sing sabar, Lur! Sing nganggo basa Inggris ora gur Wonosobo thok til. Berikut beberapa contohnya: Enjoy Jakardah, Majestic Banyuwangi, Colorful Medan, Friendly Lombok, Sparkling Surabaya.

Yang mau saya tanyakan, apakah wisatawan mancanegara cuman dari negara berbahasa Inggris? Mengingat banyak wisatawan berasal dari Malaysia, Tiongkok, dan negara-negara jiran lain. Apakah slogan-slogan dan segala iklan pariwisata juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Belanda, Jerman, Mandarin, Jepang, Korea, juga Bengali? Entah ini akan efektif atau tidak. Atau barangkali cuman saya yang tidak tahu.

Sebagai penutup, bolehlah kita berandai-andai suatu saat Indonesia mengalihkan fokusnya ke sektor lain. Tentu slogan-slogan akan mengikuti kepentingan yang punya hajat. Bagaimana kalau fokusnya ke pendidikan dan kebudayaan? Apakah slogan-slogan akan diganti menjadi “Kunti, Tekun dan Teliti”? Atau kalau fokus pada keuangan baik negara secara umum atau daerah, barangkali slogannya akan jadi “Gemi, Nastiti, Ngati-ati”. Tapi, mau bagaimana, yang penting tidak “Adigang, Adigung, Adiguna” aja lah!

 

Penulis: Agustinus K. Ari P.
Penyunting : Mukhamad Ridwan
Foto oleh : Eka Yuniati
Advertisements
google.com, pub-3699623534636543, DIRECT, f08c47fec0942fa0